Saturday, August 2, 2008

Jun Porter

Sudah separuh perjalanan dari Kandang Badak menuju puncak Gede kulalui, aku semakin bersemangat. Ternyata semakin ngotot semakin melelahkan.

Harus santai!, kan topik pendakian naik gunung santai, makanya aku mengikuti langkah-langkah ringan Jun Porter, pola irama langkah dan pernafasan yang selaras apalagi dipadukan dengan gerak tangan memetik buah mirip buni berwarna hitam.

Rasanya manis-manis kecut di lidah, eh terbalik deng seharusnya kecut-kecut manis karena banyakan kecutnya. Dulu si empu buah kami sebut pohon api karena ranting segarnya bisa langsung dibakar sebab mengandung sejenis minyak.

Bau belerang, aroma khas gunung Gede mulai terendus.
“Sudah dekat ya pak?”
“Itu kawahnya” sahut Jun Porter sambil menujuk bibir kawah. Beberapa langkah kemudian kami sampai di ruang terbuka, puncak Gede.
“Sudah sampai pak!”, kata Eroy Porter menyambut kami sambil duduk beristirahat di batu.
“Shelternya mana? Dulu ada shelter disini”
“Itu di belakang, sudah hancur”.
Beberapa bongkahan batu teronggok, tapi masih kukenali bekas shelter tempat kami dulu menunggu teman yang tiba belakangan. Sang shelter hancur oleh cuaca ekstrim puncak Gede, panas terik, hujan, kabut, badai, dan masih banyak lagi.

Jun Porter dan aku melanjutkan perjalanan menuju puncaknya gunung Gede, tempat yang disepakati untuk menandatangani prasasti Smandel Pas 50.

Keakrabanku dan Jun Porter selama dua jam perjalanan membuahkan hasil, ketika diminta oleh para pemilik kamera, hasilnya fokus selalu kepadaku, tidak perduli orang lain tanpa kepala atau badannya hanya separuh, percaya nggak? Lihat aja sendiri foto terbaik hasil karya Jun Porter

No comments: